TUGAS
RESUME
“Analisis Buku Peliputan InvestigasiDandhy Dwi Laksono”
Oleh :
Wina Ratna Wulansari
Apa Itu Investigasi?
Bondan Winarno adalah salah seorang jurnalis yang pernah
menangani (dalam hal investigasi) sebuah kasus besar dan sempat dibukukan yaitu
“Bre-X : Sebungkah Emas di Kaki Pelangi”,
dalam buku tersebut banyak hal yang dapat dipelajari seperti: baik ketekunan
riset, metode peliputan, strategi membangun jaringan, teknik wawancara,
logistik peliputan, hingga implikasi hukum setelah publikasi.
5 elemen Investigasi
Ada hal-hal yang
terkadang menjadi suatu perdebatan tentang definisi investigasi, biasanya
menjadi suatu yang diperdebatkan adalah :
- Investigasi sebagai produk/ karya jurnalistik,
- Investigasi sebagai tkanik yang digunakan dalam peliputan.
Produk atau karya
investigasi pasti menggunakan teknik investigasi dalam proses peliputannya.
Tetapi teknik investigasi menghasilkan karya jurnalisme investigasi. Suatu
berita dikatakan sebagai karya investigasi bukan dilihat dari panjang atau
pendeknya suatu peliputan, melainkan apakah laporan itu mengungkap kasus
kejahatan terhadap kepentingan publik, apakah laporan itu tuntas menjawab semua
hal tanpa menyisakan sedikitpun pertanyaan, dan lain sebagainya.
Maka, jurnalisme investigasi biasanya memenuhi
elemen-elemen ini :
1.
Mengungkapkan kejahatan terhadap kepentingan
publik, atau tindakan yang merugikan oranglain.
2.
Skala dari kasus yang diungkap cenderung terjadi
secara luas atau sistematis (ada kaitan
atau benang merah)
3.
Menjawab semua pertanyaan penting yang muncul dan
memetakanpersoalan dengan gamblang.
4.
Mendudukan aktor-aktor yang terlibat secara
lugas, didukung bukti-bukti yang kuat.
5.
Publik bisa memahami kompleksitas masalah yang
dilaporkan dan bisa ,membuat keputuatau perubahan berdasarkan laporan itu.
Kelima hal diatas juga
mencakup unsur “ontologi, epistimologi, dan aksiologi” atau unsur “kognitif,
afektif, dan psikomotorik”. Ada elemen pilihan topik, ada elemen metodologi,
dan teknik, ada elemen penggarapan materi liputan, dan ada elemen manfaat bagi
publik serta menggerakan perubahan sosial. Laporan investigasi memang
sepatutnya dikembangkan dari hasil temuan soendiri, bukan mengekor hasil
investigasi pihak lain. Ada perbedaan besar antara membuat liputan investigasi
dan memberitakan hasil investigasi. Elemen dalam sebuah karaya jurnalistik bisa
disebut sebagai hasil investigasi bukan hanya terletak pada persoalan
“orisinalitas” atau unsur “ditutup-tutupi” oleh pelakunya.
Bedanya dangan In-depth Reporting
1.
Regular News :
·
Laporan yang menceritakan
·
Menceritakan apa, siapa, diman, kapan, mengapa,
bagaimana (5W+1H)
·
Sebagai Informasi (data) bagi publik
2.
In-depth
·
Laporan yang menjelaskan
·
Lebih menjelaskan bagaimana dan mengapa.
·
Memberi pengetahuan dan pemahaman
3.
Investigative
·
Laporan yang menunjukan
·
Lebih menunjukan apa dan siapa
·
Membeberakn dan meluruskan persoalan dengan bergerak maju ke pertanyaan bagaimana
bisa, sampai sejauh apa dan siapa saja.
Investigasi Sebagai Teknik Liputan
Suatu pelitputan yang
memakan waktu banyak dan hanya akan disiarkan dengan durasi lima menit apakan
bisa disebut sebuah peliputan investigasi? Coba cocokan kembali dengan 5 elemen
investigasi yang sudah diterangkan sebelumnya. Disitulah jawabannya, karena liputan
investigasi tidak melulu liputanya yang berdurasi panjang. Dan tanpa kemampuan
menjawab ihwal rangkaian kejadian, benang merah, atau unsur sistematis atau
mengungkap siapa saja yang terlibat dan mestinya bertanggungjawab.
Liputan biasa atau liputan investigasi yang berbobot apabila sang wartawan terjun langsung ke
lapangan, langsung mewawancari apa yang menjadi kasus yang akan digali.
Mendatangi langsung tempat kejadian, daripada hanya menunggu suatu jumpa pers
yang menerangkan suatu kasus oleh pihak tertentu.
Esensi Investigasi: Bukan soal besar-kecilnya isu
Dalam buku ini banyak
sekali contoh-contoh dimana para jurnalis yang membuat sebuah liputan
investigasi yang isunya tidak selalu berjudul besar, ada salah satu kalimat
Eugene yang menyatakan bahwa tidak harus selalu ada cerita penangkapan koruptor
dalam sebuah liputan investigasi tentang proses pembuatan dan implementasi
sebuah produk parlemen berupa undang-undang. Contoh saja pada karya yang meraih
penghargaan Mochtar Lubis Award tahun 2009 untuk kategori liputan mendalam,
bukan tentang kasus korupsi yan sedang “trend” untuk ditelusuri, karya bejudul
“Skandal Limbah PMI”, tentang bagaimana Palang Merah Indonesia membuang
limbahnya secara tidak bertanggungjawab. Jurnalis yang meliput kasus ter sebut
adalah Monique Rijkers, Allan Maulana, dan Amrul Hakim dari Astro Awani yang
ditayangkan secara berseri pada 22-25 Februari 2009.
Wartawan bukan Polisi
Investigasi yang dilakukan jurnalis bukan investigasi
dalam konsep kepolisian. Meski, sebagian teknik yang digunakan bisa sama saja,
seperti melakukan pengamatan, pengintaian, atau bahkan penyamaran atau uji
laboratorium. Namun jurnalis tetap saja seorang jurnalis, mereka tetap memiliki
batasan, mereka tidak bisa menggeledah rumah atau kantor seseorang, tidak bisa
menyita dokumen, dan jurnalis tidak mungkin memanggil paksa para narasumbernya
apalagi sampai menangkap seseorang.
BAB II
Modal Investigasi?
Ada 5 modal dasar dalam
investigasi :
- Kemauan, ketekunan, dan keberanian
Tanpa modal pertama ini, anggaran dan daya dukung
logistik sebesar apapun akan membuat sebuah proyek investigasi macet dan Cuma
menghambur-hamburkan uang. “ketekunan adalah kunci suksenya sebuah liputna
investigasi. Tanpa ketekunan, wartawan akan mudah frustasi atau buru-buru mengambil
kesimpulan.
- Jejaring yang luas
Membangun jejaring yang luas adalah salah satu
kunci untuk mempermudah medapatkan suatu informasi, dal kerja investigasi
sendiri jejaring yang bermanfaat biasanya justru mereka buakan seorang pejabat
atau orang terkenal, seperti supir pribadai, sekretaris, satpam penjaga pintu,
tukang parkir, pemilik kios rokok, bahkan tukang stempel sekalipun.
·
Pintu keluar terdekat
Membangun suatu jaringan yang paling mudah adalah
mengikuti suatu keanggotaan organisasi wartawan yang memilik jaringn wartawan
dari Sabang sampai Merauke.
·
Narasumber “Durian runtuh”
Terkadang pada saat melakukan suatu investigasi
tidak sedikit para wartawan dengan tidak sengaja bertemu dengan narasumber yang
sedang sulit sekali dicari pada suatu kasus.
·
Deep Throat atau Whistle Blower
Istilah ini biasanya diberikan kepada narasumber
yang memberikan banyak bocoran informasi dan petunjuk selama proses
investigasi. Hal ini sangat penting bagi peliputan investigasi utnuk mencari
narasumber yang berpotensi menjadi whistle Blower. Mereka yang berpotensi
menjadi Whistle Blower :
a.
Orang dalam instansi atau kelompok yang menjadi
terget.
b.
Pesain atau kompetitor.
c.
Bekas orang dalam.
d.
Kelompok yang menjadi oposan
e.
Orang-orang dilingkar target yang tertangkap
sedang dihukum, atau “bertobat”.
- Pengetahuan yang memadai
Banyak liputan besar digagas oleh temuan
reporter-reportet lapangan, bukan hasil lamunan para redaktur atau produser
tentang sebuah cerita konspiratif. Banyak sekali bahan disekitar kita untuk
dijadikan suatu pelaporan investigasi asalkan mau membuka semua pancaindra dan
teru merus melatih kepekaan, ketekunan dan kesabaran.
·
Menilai informasi
Semakin lama seorang wartawan berkarir, sering
bergaul dengan siapapun, mendapatkan suatu informasi dari berbagai macam
sumber, maka penilaian tentang suatu informasinya akan bertambah berbeda dengan
waktu pertama kali mereka terjun kelapangan sebagai wartawan.
- Keterampilan menyusun dan mengemas laporan
Seorang wartawan harus mampu membuat sebuah
laporan yang sesuai dengan media yang dia pegang pada saat ini, apakah media
elektronik atau cetak. Pengemasan pelaporannya pun akan berbeda pada setiap
media tersebut, agar publik dapat menangkap makna yang dimaksud oleh wartawan
dalam peliputannya. Pemilihan topik juga menentukan cocok atau tidaknya
dibawakan pada suatu media, karena mengingat kelebihan serta kekurangan yang
dimiliki oleh setiap media.
- Dukungan institusi media
Hendaknya dalam suatu institusi media membebaskan
para wartawannya dari istilah “mengejar setoran” agar mereka dapat menggali
lebih dalam lagi tentang pelaporan investigasi. Begitu banyak media yang
memiliki ratusan wartawan dan berkantor megah, namun jarang sekali mempunyai
suatu pelaporan investigasi yang berbobot, itu semua dikarenakan oleh mindset
yang sudah dibangun sejak awal.
BAB III
Perencanaan Investigasi
Tanpa membeda-bedakan
jenis medianya, setelah menentukan topik dan menakar bobot isunya, maka garis
besar dari sebuah perencanaan dalam sebua proyek ialah sebagai berikut:
- Membentuk tim (melti-spesialisasi).
Jumlah tim untuk investigasi tidak mesti banyak
orang karena fungsi dari tim itu sendiri bukan soal pembagian kerja semata,
tetapi untuuk saling menjaga substansi cerita. Pembagian kerja hanyalah salah
satu strategi menyiasati waktu dan menghindari proses yang lama bila hanya
dilakukan oleh satu orang.
- Melakukan riset, observasi awal, atau survei
·
Observasi awal atau survei
Seperti halnya riset, ada dua jenis observasi yan
akan muncul dalam “teori investigasi”. Pertama, observasi untuk pengumpulan
informasi guna menyusun perencanaan—atau bisa juga disebut survei. Kedua,
adalah teknik observasi yang digunakan dalm sebuah liputan. Observasi awal
untuk menyusun perencanaan (survei), berbeda dengan teknik observasi dalam
konteks peliputan (media cetak dan radio). Observasi/survei dalam tahap
perencanaan biasanya dilakukan dalam topik-topik yang lebih kompleks dan
membutuhkan kerjasama tim dilapangan.
- Menentukan angle (fokus) dan merumuskan hipotesis.
Dalam sebuah peliputan investigasi, menetukan
sudut bidik liputan (angle), sekaligus fokus ke bagian tertentu yang hendak
dicari jawabannya. Untuk menentukannya, jurnalis bisa mendiskusi kan dengan
menjawab sebuah pertanyaan fundamental : “apa yang hendak kita ungkap.
Jawaban atas pertanyaan ini sangat penting karena
itulah angle yang akan kita garap dan fokus yang akan kita tuju. Tidak ada
salah benar dalam merumuskan angle, tetapi yang ada hanya apakah sudah tepat
apa yang kita pilih dan paling memuaskan publik saat itu. Memilih angle dalam
liputan persis seperti kerja kamera belaka. Sebaiknya sebelum menentukan angle
para jurnalis hendaknya mengumpulkan semua informasi dan menyusunnya dalam
pohon masalah.
·
Merumuskan Hipotesis
Bila angle bertanya : “ apa yang hendak anda
ungkap?”, maka hipotesis akan menjawab pertanyaan itu lalu merumuskan dugaan
anda berdasarkan kaitanlogis dan potongan fakta yang sudah ada di tangan.
Sebenarnya kualitas sebuah hipotesis ditentukan
oleh : a) Kualitas informasi yang sudah dikumpulkan, dan b) seberapa kuat riset
yang dilakukan, baik riset dokumen maupun survei lapangan.
- Merancang strategi eksekusi.
Setelah merumuskan hipotesis, langkah selanjutnya
adalah merancang strategi eksekusi liputan. Hal ini semacam perancangan
skenarioi jalannya “operasi tempur”, anda harus mengantongi beberapa rencana.
Perencanaan strategi ini biasanya meliputi siapa melakuakan tugas apa, dimana,
bagaimana caranya, apa resikonya dan bagaimana logistiknya.
- Menyiapkan skenario pasca-publikasi.
Tips paling mudah untuk menyusun skenario pasca-publikasi
adalah :
·
Susunlah daftar potensi ancaman dari yang paling
ringan hingga paling berat, lalu buatlah strategi menghadapinya.
·
Buatlah daftar para pihak yang langsung attau
tidak langsung akan terimbas dengan hasil publlikasikan cara menghadapinya.
·
Identifikasi siapa saja pihak-pihak yang bisa
dimobilisasi untuk memberikan pertolongan, lalu mulai lakukan pendekatan.
Kelima hal diatas bukan
suatu urutan berdasarkan logika kerja, kelima hal tersebut bisa saja dilakukan
secara acak dan bisa saja dilakukan secara bersamaan.
BAB IV
Action!
Inti dari action atau eksekusi dalam liputan investigasi
sebenarnya “hanya” ada dua tahap
- Tahap I : Mencari Bukti Fisik
Bagi media cetak, bukti fisik bisa berupa
dokumen, foto, atau hasil observasi silapangan yang dilakukan jurnalis. Dokumen
atau arsip adalah material idola semua wartawan. Bukti fisik sendiri berbentuk
macam-macam tergantung media yang dipegang oleh jurnalis.
·
3 elemen dalam Pelaksanaan atau Eksekusi
Investigasi
a.
Tahap : mencari bukti dan mencari kesaksian
b.
Metode : menelusuri dokumen, menelusuri orang,
menelusuri uang.
®
Menelusuri dokumen (bukti material)
Bagi jurnalis televisi atau radio, menelusuri
bukti material sama pentingnya dengan media cetak mendapatkan dokumen. Tanpa
bukti-bukti primer tersebut, sulit bagi kita untuk membuktikan hipotesis yang
telah kita rumuskan sebelumnya.
®
Menelusuri orang (people trail)
Dalam tahap mencari kesaksian, metode yang
digunakan adala people trail, yakni menelusuri keberadaan dan jati seseorang
atau nara sumber. Ide dasar dari metode people trail dalam investigasi adalah :
a) Untuk mengetahui para aktor dalam sebuah kasus dan memilah-milah perannya,
b) Menceri keterkaitan antara satu kejadi dan kejasian lain, melalui benang
merah orang, c) Menemukan sumber-sumber penting lain bisa membantu wartawan
memcahkan kasus tersebut. Kunci dari metode ini sendiri adalah orang.
®
Menelusuri uang (money trail)
Metode menelusuri asal-usul dan aliran arah uang
dalam mengungkapkan sebuah kasus juga mejarab. Uang kerap menjadi benang merah
atas segala hal. Tapi jurnalis tetap bisa menggunakan instrumen uang sebagai
bagian dari metode peliputannya. Tanpa hasil menuding bahwa seseorang menikmati
uang dari hasil kejahatan.
c.
Teknik : undercover, observation, surveilliance,
embeded atau immerse.
·
5 Unsur dalam Strategi Investigasi :
a.
Tahap yang jelas
b.
Metode yang digunakan
c.
Teknik yang dipakai
d.
Pemilihan sumber daya manusia
e.
Logistik
- Tahap II : Mencari dan Mengumpulakn Kesaksian
Tahapan kerja investigasi sebenarnya dapat dibolak-balik
tahapnya. Semua itu dilakukan dalam rangka mencari “apa” dan “siapa” yang
menjadi pokok galian dalam investigasi. Dalam rangka mengumpulakan kesaksian
itulah, jurnalis bisa menggunakan metode people trail. Mengumpulkan kesaksian
adalah mencari orang-orang yang bisa membantu kita memcahkan persoalan.
Orang-orang dengan jabatan yang tidak terlalu
penting, kadang bisa menjadi narasumber kunci yang memberikan informasi sebagai
orang dalam. Secara empirik, jenis-jenis narasumber yang biasa kita temui dalm
liputan investigasi adalah :
Ø
Narasumber petunjuk : Whistle blower, orang
dalam, the insider.
Ø
Narasumber utama : pelaku, saksi mata.
Ø
Narasumber pendukung : informan, pemberi
informasi latar belakan.
Ø
Narasumber ahli : membantu informasi dan
pemahaman teknis bidang tertentu dalam sebuah kasus.
1.
TEKNIK PELIPUTAN
Ragam Teknik Penyamaran
Teknik yang paling banyak digunakan dalam kerja investigasi.
Dalam investigasi, setelah memutuskan menyamar, kita harus memerinci bentuk
penyamaran seperti apa yang akan kita gunakan.
Jenis
penyamaran:
1. Penyamaran melebur – immerse
2. Penyamaran menempel – embedded
3. Penyamaran berjarak – surveillance
Penyamran
harus logis (masuk akal) dan sesuai konteks lingkungan dan kebutuhannya.
Observasi
Observasi
bisa dilakukan secara terang-terangan.Observasi adalah kegitan mengambil gambar atau merekam sesuatu.Karena
observasi berkaitan langsung dengan pancaindra, maka teknik ini lebih dikenal
di media cetak sebagai bekal menulis deskripsi secara detail, faktual, dan
menarik.
Decoving
Alias Mengecoh
Tenik ini
digunakan bila kita ingin mendapatkan akses pada suatu informasi yang berada di
pihak tertentu, tapi mereka cenderung ragu atau menutupinya (karena satu dasn
lain alasan).
2.
MENGEMAS LAPORAN
Mendapatkan materi liputan (gathering) adalah satu hal, dan
mengolah lalu menyajikannya ke publik adalah hal yang lain (production/
processing).
Overview: radio, Cetak, dan Televisi
Jurnalis radio barangkali lebih baik memfokuskan upaya
pencarian clip atau insert (dokumentasi rekaman). Yang berbda dengan jurnalis
media cetak yang lebih memiliki ruang mengemas informasinya dalam aneka pilihan
menu, seperti teks, foto, atau grafis.
“kenali karakter cerita dan jenis medium anda, sebelum
memutuskan strategi mengemas laporan.”
Investigasi di televisi, teknik pengemasan investigasi kasus
korupsi, konspirasi pembunuhan, atau kejahatan lingkungan membutuhkan strategi
pengemasan yang berbeda.Konsep editingnya, cenderung mengikuti alur naskah.
Internet: Paling atraktif!
Sebuah laporan investigasi yang dipublikasi media online
(internet) bisa disebut paling atraktif dibandingkan ketiga jenis media
konvensional pendahulunya.Melalui internet, sebuah laporan investigasi bisa
terdiri dari naskah, foto, aneka grafis, rekaman audio, bahkan video steaming
sekaligus. Pembaca bahkan bisa dihubungkan ke artikel atau dokumen lain yang
relevan, tanpa perlu “mengotori” artikel utama atau round-up- nya dengan
berbagai catatan kaki atau anak kalimat.
Musuhmu dalah panjangmu
Hal-hal yang biasa diperhatikan pembaca saat sedang bimbang
memutuskan apakah akan membaca sebuah laporan panjang atau tidak:
1. Kekuatan judul.
2. Pengantar (teaser), lead (paragraf
pembuka) atau quote (kutipan).
3. Foto-foto dan keterangannya
(caption).
4. Grafis atau judul tabel.
5. Kaitan langsung intisari cerita
dengan kehidupannya.
6. Jumlah halaman (panjang pendeknya
laporan).
Gambar kita dalah Musuh Kita
Teaser
(perangsang) ini dalam bentuk file yang berisi rangkuman seluruh jalan cerita
dalam bentuk gambar/suara. Teaser berupa gambar biasanya berisi cuplikan adegan
(scene) yang paling menarik, yang bisa ditonton pemirsa setelah jeda iklan,
yang tak lain adalah kelanjutan dari segmen sebelumnya.
Unsur-unsur awal yang mempengaruhi
minat penonton/ pendengar televisi/ radio:
1. Gambar/ suara yang menarik perhatian.
2. Relevansi berita dengan kehidupan
mereka sehari-hari.
3. Pengantar cerita yang memikat.
4. Otoritas presenter atau announcer
yang mengantarkan cerita.
Jenis
Media dan daya Serap Cerita
Esensi
jurnalisme adalah menyampaikan pesan agar dipahami publik, maka pemahaman harus
menjadi tujuan utama dari sebuah laporan, terutama investigasi. Tanpa
pemahaman, laporan investigasi secanggih apa pun tak akan berdampak apa-apa dan
sia-sia.
Tenik
Penulisan
Menulis
naskah untuk media cetak/online, televisi, dan radio memiliki teknik yang
berbeda. Media cetak menggunakan bahasa tulis, sedangkan televisi dan radio
menggunakan bahasa tutur/lisan.
Jurnalis
cetak menulis artikel berdasarkan hasil observasinya dengan membuka pancaindra,
sementara jurnalis radio/televisi menulis naskah berdasarkan materi rekaman
yang diperolehnya.
Kerangka
Cerita Adalah Peta
Peta
adalah sebuah rancangan cerita. Sebuah kerangka yang akan memandu kita mengisi
“daging-daging” yang telah kita kumpulkan.
Dalam sebuah alur, kerangka cerita
biasanya memuat beberapa bagian:
1. Strategi membuka cerita
2. Pengantar masalah
3. Bagian inti masalah
4. Penjabaran masalah
5. Klimaks
6. Kesimpulan dan penutup
Menyusun
laporan investigasi adalah mengajak publik berjalan melelui rute yang sama
dengan yang pernah kita lewati hingga kita memahami sebuah persoalan.
7 Elemen Dalam Penulisan
Tujuh
elemen yang harus diperhatikan seorang jurnalis media cetak dalam membuat sebuah tulisan (beberapa disesuaikan
dengan konteks tulisan panjang, termasuk investigasi):
1. Informatif
2. Signifikan
3. Fokus
4. Konteks
5. Wajah
6. Bentuk
7. Suara
7
Kegagalan Dalam Menulis
1. Gagal menekankan segala yang penting
2. Gagal menghadirkan fakta-fakta yang
mendukung
3. Gagal memerangi kejemuan pembaca
karena terlalu banyak hal yang umum
4. Gagal mengorganisasikan tulisa
secara baik
5. Gagal mempraktekkan tata bahasa
secara baik
6. Gagal menulis secara berimbang
7. Gagal mengaitkan diri dengan
pembaca.
Waspadai Kata Sifat
Kata
sifat bisa digunakan bila:
- Jurnalis benar-benar mengalami dan merasakan sendiri melalui pancaindranya.
- Memberikan perbandingan.
Diwaspadai jurnalis radio yang juga mengandalkan pancaindra
reporternya dalam melakukan observasi. Jurnalis televisi sedikit terbantu
dengan adanya kamera gambar telah bercerita lebih banyak daripada kata-kata.
7.KODE ETIK
Salah satu
dimnsi yang akan dibahas adalah “efek samping” peliputan dan masalah kode etik jurnalistik. Efek samping berbeda
dengan efek utama. Dalam pemberitaan ada dua elemen pokok: 1) isi beritanya,
dan 2) metode pemberitaannya (aspek jurnalistiknya). Efek utama lebih mengacu
pada implikasi dari isi berita atau substansi laporan investigasi bagi publik
dan berbagai pemangku kepentingan stakeholder)
Ada dua
kode etik yang mengatur wartwan Indonesia: (1) Kode etik Jurnalistik (KEJ) yang
dikeluarkan dewan Pers; dan (2) pedoman penyiaran dan standar Program siaran
yang dibuat oleh Komisi Penyiaran indonesia (KPI).
Dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolah
(UU Pers No. 40/1999, pasal 4 butir 4).
“tujuan
utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi,
dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi (penjelasan UU No.
40/1999).
Intinya,
wartawan perlu menjelaskan kepada narasumber, berbagai hal yang perlu merka
ketahui tentang batas-batas etik dan hukum dalam tugas-tugas jurnalistik. Di
sisi lain, wartawan juga tak boleh menelantarkan narasumbernya setelah semua
informasinya diserap untuk kepentingan pemberitaan.
Tugas
wartawan tidak hanya meyakinkan orang untuk berbicara, tetapi juga menerangkan
dampak yang timbul setelah orang itu berbicara, dan ikut memantau apa yang
terjadi setelahnya.
Sumber Anonim
Wartawan Indonesia memiliki hak
tolak untuk melindungi narasumber yang tidak diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off
the record” sesuai dengan kesepakatan.(Kode etik jurnalistik, Pasal 7)
Profesionalisme
media, memiliki tujuh kriteria penggunaan sumber anonim:
- Sumber tersebut berada pada lingkaran pertama “peristiwa berita”.
- Keselamatan narasumber terancam bila identitasnya dibuka.
- Motivasi sumber anonim memberikan informasi murni untuk kepentingan publik.
- Integritas sumber harus diperhatikan.
- Penggunaan sumber anonim harus seijin atasan (editor) agar mekanisme peratnggungjawabannya jelas.
- Keterangan sumber anonim ddidukung dua sumber lain yang tidak saling berhubungan.
- Adanya perjanjian dengan sumber anonim bahwa kesepakatan kerahasiaan bisa batal bila belakangan terbukti keterangan mereka berbohong, sehingga wartawan akan membuka identitas sumber informasinya.
Mencuri
Materi
Bila
dokumen itu dipublikasikan sebelum dialporkan, ada risiko yang akan terjadi,
seperti: (1) terkena delik mengetahui rencana jahat, tetapi tidak melaporkan
(pembiaran), (2) karena tak memiliki teknologi yang memadai untuk melakukan
verifikasi, maka wartwan bisa salah mengambil kesimpulan dan menimbulkan
kepanikan umum.
Etika
Menyamar dan Merekam Diam-Diam
Penggunaan
cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi
bagi kepentingan publik. (Kode etik Jurnalistik, Pasal 2, penafsiran h)
Tugas
wartawan adalah bersikap transparan kepada setiap individu, tidak saja karena
mereka berhak mengetahui dan berhak untuk tidak disesatkan, tetapi karena
wartwan juga harus melakukan konfirmasi atas apa yang diperolehnya kepada
subjek yang bersangkutan.
Bila
merujuk kepada Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, maka hanya ada dua alasan yang
membuat praktik penyamaran dibenarkan:
1. Demi kepentingan publik.
2. Tak ada cara lain untuk mendapatkan
informasi.
Percakapan Telepon
Dalam
menyiarkan hasil wawancara telepon, baik langsung maupun rekaman, lembaga penyiaran harus mengikuti
ketentuan sebagai berikut:
a. Sebelum wawancara dilakukan, lembaga
penyiaran harus memperkenalkan diri dan menyatakan tujuan wawancara kepada
pihak yang akan diwawancara.
b. Penyiaran wawancara telepon atau
rekaman harus atas sepengetahuan dan persetujuan dari pihak-pihak yang
diwawancarai.
Teknik
yang bisa digunakan wartawan adalah memperkenalkan diri sebagai wartawan dan
menyebut medianya, begitu telepon di angkat. Teknik lain adalah mengajak
berbicara dahulu secara panjang lebar agar narasumber santai, baru kemudian
meminta izin mengutip atau menyiarkannya.
Kamera
Tersembunyi dan Privasi
Menurut pedoman perilaku penyiaran,
terdapat sejumlah ketentuan yang harus dipatuhi:
1. Siaran rekaman tersembunyi dilarang,
kecuali menyangkut kepntingan publik.
2. Perekaman tersembunyi hanya
diperbolehkan di runag publik
3. Dalam menyiarkan materi rekaman
tersembunyi, lembaga penyiaran bertanggung jawab untuk tidak melanggar privasi.
4. Rekaman tersembunyi untuk program
siaran hiburan harus memenuhi ketentuan:
-
Meskipun
materi yang direkam buka sesuatu yang serius, lembaga penyiaran harus tetap
menjaga hak privasi.
-
Orang
yang menjadi subjek rekaman harus dimintai izin sebelum hasil rekaman
disiarkan.
-
Orang
yng menjadi subjek, mempunyai hak untuk
menolak hasil rekaman disiarkan.
-
Jika
subjek ingin menghentikan perekaman, pihak Lembaga penyiaran harus
mengikutinya.
-
Rekaman
tersembunyi tidak boleh digunakan dalam siaran langsung (Live).
-
Rekaman
tersembunyi dengan penyadapan telepon tidak boleh disiarkan oleh Lembaga
Penyiaran, kecuali materi yang dimaksud merupakan barang bukti pengadilan.
Wajah tersangka
Tersangka adalah orang yang baru
disangka bersalah, tapi belum tentu bersalah. Pedoman perilaku penyiaran
sendiri mengatur tentang wajah tersangka:
“Dalam
pemberitaan kasus kriminalitas dan hukum, lembaga penyiaran harus menyamarkan
identitas (termasuk menyamarkan wajah) tersangka, kecuali identitas tersangka
memang sudah terpublikasi dan dikenal secara luas.”
Rekonstruksi Atau Reka Ulang Adegan
Ada sejumlah syarat ketat yang
diatur pedoman Perilaku penyiaran dalam penggunaan rekonstruksi:
- Adegan rekonstruksi kejahatan yang eksplisit dan terperinci tidak boleh disiarkan.
- Kejahatan seksual dan pemerkosaan sama sekali tidak boleh disiarkan.
- Siaran rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan, atau pihak yang dapat dipandang sebagai wakil korban.
- Memperlihatkan modus kejahatan secara eksplisit dan terperinci dilarang.
- Memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.
Sequence adalah potongan-potongan
gambar yang menunjukkan aktivitas tertentu secara runtut atau kronologis, dan
tidak melompat-lompat atau alur gambar yang terbalik.
ANALISIS
Dalam melakukan liputan investigasi,
jurnalis memang kerap harus melakukan penyamaran seperti intel atau mata-mata.
Ini memang salah satu teknik peliputan, dimana yang kedua adalah observasi.
Menurut Dandhy, penyamaran sendiri masih terbagi 3: melebur, menempel, dan
berjarak. Di sini terlihat bahwa menjadi jurnalis tak cukup hanya punya
kemampuan menulis atau mengambil gambar saja, tapi juga pendekatan
interpersonal dan intelejensia yang tinggi.
Meski banyak memaparkan
pengalamannya sebagai jurnalis investigasi, Dandhy juga berupaya merumuskan
penjelasan secara teoretis.Ia menggunakan berbagai tabel dan pointers sebagai
alat bantu.
Di tangan penulis, laporan
investigasi menjadi sangat menggairahkan karena sedikitnya dua hal: pertama,
kenyataan bahwa kita tak selalu harus belajar jurnalisme dan investigasi
bermutu dari pengalaman jurnalis media asing. Kedua, kesadaran baru yang merobohkan
arogansi bahwa investigasi tak selalu berakhir dengan kejatuhan Presiden
Richard Nixon dalam Watergate, Akbar Tandjung dalam Buloggate, atau soal-soal high
politics lainnya.
KESIMPULAN
Kita bisa mengembangkannya di
lapangan dan bisa belajar dari pengalaman orang lain. Semua yang mengaku
wartawan pasti paham, bahwa setiap kasus dan keadaan adalah unik.” Dari buku
ini, kita bisa belajar dari pengalaman Dandhy dan sejumlah jurnalis lain yang
menjadi narasumbernya. Juga tentu saja buku ini telah menjadi buku “teori
jurnalistik” tersendiri, meski isinya banyak berdasarkan pengalaman.Karena
begitu dibakukan dalam bentuk buku, maka pengalaman itu telah jadi teks dan
jelas telah berubah menjadi teori.Pendeknya, buku ini sangat perlu dimiliki
oleh semua jurnalis yang ingin senantiasa mengembangkan diri.
Pada akhirnya penulis mengingatkan
kita bahwa investigasi merupakan nyawa dan teknik jurnalistik yang bisa berguna
untuk topik sehari-hari menyangkut suap-menyuap di terminal agar pelanggaran
lalu lintas menjadi boleh, robohnya jembatan kecamatan karena korupsi, atau
bahkan soal jual-beli limbah rumah sakit.
Satu-satunya kelemahan buku ini,
bagi saya, adalah pengakuan penulisnya sendiri.Bahwa selain dirinya telah
menjadi korban industri media mapan, kenyataan bahwa ternyata pembunuh utama
tradisi jurnalisme investigasi di Indonesia sering kali adalah logika pasar
seturut dengan selera pemilik media yang merasa boleh sering-sering
membelakangi kepentingan publik demi rating.
No comments:
Post a Comment